Melihat Sekeliling

Jalan-jalan melihat sekeliling
Kegiatan rutinku tiap bulan adalah mengantar bapak berobat ke dokter spesialis jantung. Aku ini doyan sekali mengamati para pasien yang berseliweran keluar masuk di rumah sakit.

Ada pasien lansia yang diantar oleh semua keluarganya, ramai-ramai gitu berasa mau piknik. Padahal di ruang tunggu kursinya masih terbatas banget. Namun, dalam benakku berkata "wah, kakek itu disayang banget sama cucu dan anak-anaknya".

Tapi di sisi lain, ada juga pasien lansia yang datang sendirian atau datang berdua bersama pasangannya yang sudah lansia juga. Mereka saling menemani gitu. Melihat hal itu, dalam hatiku ada rasa kagum dan juga sedikit rasa iri "wah, aku nanti dapat pasangan yang kayak mereka tidak ya, saling menjaga sampai tua seperti itu". 

Beberapa pasien lansia yang datang berobat sendirian, kadang kebingungan sendiri karena lupa entah dimana menaruh surat rujukannya. Kadang aku berpikir, kemana ya anak-anaknya, atau apa tidak ada sama sekali kerabat dekatnya yang mau mengantarkannya ke rumah sakit?

Melihat hal tersebut, aku pun menyadari bahwa sebegitu cueknya diri ini dulu terhadap orang tua di rumah. Alasannya karena aku bekerja. Tidak bisa menemani bapak ke rumah sakit setiap harus kontrol kesehatan ke dokter. Memang benar bahwa di tempat kerja yang dulu, aku itu susah kalau ingin izin atau mengajukan libur. Pergi pagi, pulang malam.

Sampai suatu ketika, pandemi membolak balikkan cerita hidupku. Pandemi datang, statusku berubah menjadi pengangguran. Tidak menghasilkan uang, tapi semua waktuku berlimpah untuk mengurusi kedua orang tua.

Saat melihat ada pasien lansia yang datang berdua bersama pasangannya, atau datang sendiri saja, aku pun berpikir "mungkin anak-anaknya sibuk bekerja, jadi tidak bisa menemani mereka, tapi apa tidak ada saudara lainnya ya?"

Aku pun berpikir bahwa, memang benar kita hidup butuh uang, mempertahankan karir, dan lainnya. Namun, jangan lupakan keberadaan orang tua di rumah yang semakin menua. Mereka juga membutuhkan sedikit waktu dan perhatian dari anaknya, hanya untuk menemani ke dokter atau sekedar mengobrol. Meski mereka tidak pernah mengatakannya lho ya.

Jangan sampai nanti kita sebagai anak mengatakan, waktu tak memberi kesempatan untuk menyayangi mereka di sisa umurnya.

Padahal waktu selalu memberi kesempatan, tapi apakah kita sebagai anak mau mengisi kesempatan itu?

Sempatkanlah sedikit waktu untuk menemani orang tua, sebelum semua terlambat, dan berakhir menjadi penyesalan di kemudian hari.

Seperti yang aku alami tahun 2019 lalu. Ketika aku ditinggal pergi oleh nenek, aku terpukul sekali. Merasa bersalah begitu lama, sedih tak berkesudahan. Kalau rindu beliau, aku pasti menangis sejadi-jadinya. Merasa belum siap ditinggal karena aku dekat dan dimanja oleh beliau sedari kecil. Aku merasa belum melakukan banyak hal untuk beliau sebagai seorang cucu.

Kembali lagi karena alasan bekerja.

Aku jarang menjenguknya ke rumah di desa sana. Hingga, kesedihan dan penyesalan menyeruak ketika beliau masuk rumah sakit dan pergi selamanya. Aku belum sempat memanjakannya, belum sempat mengatakan terima kasih.

Berkaca dari semua kehilangan yang terjadi selama pandemi, ketika aku menjadi pengangguran, selain melamar pekerjaan, menggantikan peran orang tua bermasyarakat di lingkungan dan lainnya, aku menjaga mereka di rumah, dan menemani mereka mengobrol agar tidak merasa kesepian.

Aku ingin menebus semua sikap cuekku dulu sewaktu masih bekerja. Terasa bahwa, sepertinya waktu menegurku dan memberikan aku kesempatan untuk mengurus orang tua di rumah agar nanti aku tidak menyesal dan menyalahkan diri sendiri.

Namun memang, tidak punya uang, tidak bekerja, membuat aku merasa bahwa masa depanku mengkhawatirkan ha ha ha...

Untuk kamu yang karirnya bagus, punya pekerjaan yang bisa memenuhi kebutuhanmu, dan bisa menjaga keluarga dengan baik,

Kamu Hebat. 

Terima kasih sudah menjadi pribadi terbaik versi dirimu ya.


S.y./18032022 


Komentar