Kebenaran yang Terungkap

Mentari pagi yang hangat nan menyejukkan

Dua puluh satu nol enam, hariku berjalan normal dan biasa saja. Pagi pergi bekerja, kemudian sore hari aku tiba di rumah. Pekerjaan dan rutinitasku hari ini berjalan dengan lancar. Sepanjang jalan pulang ke rumah, kepalaku terasa agak sakit, "ah, mungkin aku kurang tidur kemarin malam", pikirku. Sesampainya di rumah, aku menyapa kedua orang tua dan kemudian masuk ke kamar. Tak disangka, beberapa menit kemudian, pintu kamarku diketuk oleh Ibu. 

"Kamu kenapa? nggak makan dulu? ", tanya Ibu. 

Kemudian aku menjelaskan tentang kepalaku yang sedari tadi sedikit nyut-nyutan jadi ingin tidur sejenak. 

Selanjutnya Ibu minta maaf karena belum pernah bercerita atau memberitahuku tentang sebuah hal. Tentu aku bingung, dan bertanya "hah? memang ada apa? apa yang belum aku tahu?", tanyaku penasaran. 

Kemudian Ibu menjelaskan secara singkat bahwasanya dia ingin turut serta mendaftarkan diri untuk ikut upacara di desa kami. Upacara Agama yang sifatnya gotong royong dan diadakan secara massal setiap beberapa tahun sekali untuk mendoakan mereka yang sudah tiada agar prosesnya menjadi utuh sesuai keyakinan agama yang dianut. Ibu pun menceritakan bahwa harusnya aku punya satu orang kakak lagi dan satu orang adik, namun mereka tak bertahan lama dalam kandungan Ibu karena kondisi yang ada saat itu mengharuskannya untuk merelakan keduanya.

Responku setelah mendengar cerita itu adalah aku tertawa. Bingung harus menanggapinya seperti apa karena sedari dulu aku berpikiran bahwa aku adalah anak terakhir yang lahir dari ketidaksengajaan. Tapi ternyata ada satu lagi namun dia tak bertahan hingga akhir. 

Yah, setelah semua cerita itu aku cerna dengan baik, aku pun hanya bisa menyemangati Ibu dan mendukung niat baiknya itu. Niat untuk ikut Upacara Agama itu agar kedua calon anaknya Ibu menjadi utuh, tenang dan damai disisi-Nya. Beberapa saat setelah aku mengobrol dengan Ibu, aku bertanya-tanya dalam hati. Apakah kedua kakakku yang ada saat ini mengetahui fakta ini? atau orang tuaku memang menyembunyikan cerita sedih ini juga untuk semua anaknya?

Entahlah. Aku tidak ingin menanyakan hal ini lebih jauh karena Ibu hatinya lemah jika menyangkut hal-hal sensitif dan sedih seperti itu. Ibu gampang menangis, jadi aku hanya akan mendukungnya sebisaku hingga upacaranya nanti selesai.

Itu saja ceritaku hari ini.

Aku menulis ini setelah selesai membuat report kerja harianku. Kini saatnya aku istirahat dan besok bersiap untuk bekerja kembali.

Akhir bulan telah tiba. Jadi, aku harus lebih semangat dan memastikan bahwa semua pekerjaanku berjalan lancar dan selesai dengan baik.

Semangat!


S.y./21062023

Komentar